Jumat, 05 Agustus 2011

EKOSISTEM TRUMBU KARANG

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang merupakan ekosistem perairan tropis yang begitu banyak perannya bagi kehidupan diperairan. Ekosistem ini merupakan habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam kehidupan yang seimbang. Salah satu kekhasan dari terumbu karang adalah produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi, pada ekosistem ini terdapat sejumlah spesies biota yang sangat banyak. Pada umumnya terumbu karang hidudan berkebang biak di daerah pantai dengan kedalaman tidak lebih dari 40 m dari permukaan air laut.
Ekosistem ini memiliki banyak fungsi dan nilai ekonominya sangat penting terutama bagi sektor perikanan. Namun ekosistem ini mudah sekali mengalami kerusakan karena letaknya yang berdekatan dengan peisir, dimana paling mudah dipengaruhi oleh aktifitas manusia.
Terumbu karang tergolong ekosistem yang sangat produktif, secara taksonomi sangat beragam pada perairan laut dangkal. Stuktur fisiknya terdiri dari kerangka kalsium karbonat yang membentuk bahan padatan yang keras dalam jangka waktu yang relatif lama.
Pertumbuhan karang memerlukan kejernihan air ang tinggi dan ketersedian unsur hara yang renah. Dengan peran Zoozantthellae maka hewan karang ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu kehidupannya berada pada batas antara 16 sampai 34 derajat Celcius, kondisi ini mencerminkan kehidupan pada daerah tropis dan sub tropis.
Kondisi terumbu karang di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami tekanan yang cukup parah akibat dari berbagai aktifitas manusia baik langsung maupun tidak langsung sehingga terumbu karang mengalami kerusakan. Dalam upaya menanggulangi masalah kerusakan ekosistem terumbu karang diperlukan langkah-langkah yang serius dan berkesinambungan. Selama ini upaya – upaya yang telah ditempuh adalah melalui pengembangan karang buatan dan penanaman karang hidup yang disebut dengan transplantasi karang.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang terkait dengan ekosistem terumbu karang yang meliputi:
Bio ekologinya
Manfaat dan fungsinya
Penyebab kerusakannya dan
Upaya-upaya perbaikan dan pelestarian yang dapat dilakukan.



II. BIO EKOLOGI KARANG
2.1. Anatomi
Menurut Nybakken (1988), koloni karang adalah kumpulan dari berjuta-juta polip penghasil bahan kapur (CaCO3) yang memiliki kerangka luar yang disebut koralit. Pada koralit terdapat septum-septum yang berbentuk sekat-sekat yang dijadikan acuan dalam penentuan jenis karang.

Polip karang mempunyai mulut yang terletak di bagian atas dan juga berfungsi sebagai dubur; tentakel-tentakel yang digunakan untuk menangkap mangsanya; serta tubuh polip. Tubuh polip karang terdiri dari tiga lapisan, dari luar ke dalam tersusun sebagai berikut : Ektoderm, mesoglea dan endoderm. Dalam lapisan endoderm, hidup simbion alga bersel satu yang disebut Zooxonthello, yang dapat menghasilkan zat organik yang melalui proses fotosistesis yang kemudian disekresikan sebagian ke dalam jaringan polip karang sebagai pangan. Makanan yang masuk dicerna oleh filamen khusus mesenteri dan sisa makanan dikeluarkan melalui mulut.
Gambar 1. Anatomi Terumbu Karang




Polip karang bersimbiosis dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi ini karang berperan sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen. Hal tersebut disebabkan karena karang bersimbiosis dengan Zooxanthellae yang menghasilkan bahan organik, disamping itu karang juga memakan plankton untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.2. Reproduksi
Proses reproduksi karang dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu dengan cara seksual dan aseksual. Proses reproduksi karang secara seksual menghasilkan larva planula karang yang memiliki silia yang berguna dalam pergerakan dalam air.
Proses reproduksi karang secara seksual dimulai saat spermatogenium dan oogenium berkembang menjadi gamet. Selanjutnya gamet yang telah masak dilepas di dalam air, terjadi pembuahan internal atau eksternal menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi blastula, kemudian gastrula dan setelah itu menjadi planula. Planula yang diselubungi oleh silium akan berenang bebas. Apabila menemukan tempat yang cocok, planula akan menempel dan menetap dengan posisi bagian mulut berada di sebelah atas, sedangkan bagian pangkalnya mengeluarkan zat untuk memperkuat penempelannya, setelah karang melekat pada substrat maka ia akan mengalami perubahan struktur dan histologi.
Proses reproduksi karang secara aseksual dilakukan dengan cara membentuk tunas baru seperti halnya pada tanaman. Tunas baru biasanya tumbuh di permukaan bagian bawah atau pinggir. Tunas baru tersebut akan melekat sampai ukuran tertentu, kemudian melepaskan diri dan tumbuh sebagai individu baru. Ketika polip dewasa dan membentuk koralit, maka ia mulai melakukan reproduksi secara aseksual untuk memperbesar koloni. Reproduksi aseksual pada karang dapat terjadi melalui intratentacular budding maupun extratentacular budding. Intratentacular budding adalah tumbuhnya individu baru dari individu yang lama dan hasilnya terdapat dua individu yang identik. Extratentacular budding adalah tumbuhnya individu baru diantara individu yang lama.

Polip karang mempunyai sistem saraf yang tidak terpusat, jaringan saraf yang tidak terpusat terdapat di ektoderm dan endoderm yang diatur oleh sel khusus sejenis sel saraf yang berfungsi memberi respon mekanik dan kimiawi.
Polip karang memiliki jaringan otot, berfungsi untuk menggerakkan polip. Pada rongga perut terdapat filamen mesentri yang menghasilkan enzim sebagai pencerna makanan, dan pada bagian luar filamen terdapat silia halus yang berfungsi untuk menangkap partikel makanan. Pencernaan terjadi secara intra selluar sederhana dan ekstra seluler.
Polip karang memiliki organ reproduksi, terdapat di antara filamen mesentri dan septum. Proses reproduksi karang dapat terjadi secara vegetatif dan generatif.
2.3. Klasifikasi
Karang termasuk dalam filum Cnidaria, yaitu organisme yang memiliki penyengat. Secara umum terdapat dua kelompok Cnidaria, yaitu Hydrizoa dan Anthozoa. Hydrozoa terdiri dari Millepora (karang api) dan Stylasterina. Stylasterina biasanya kecil dan hidup di tempat yang tersembunyi di dinding gua dan bukan merupakan karang pembentuk terumbu. Anthozoa, yang umum dikenal adalah: Stolonifera, contohnya Tubipora musica (karang suling); Coenothecalia, contohnya Heliopora coeruela (karang biru); Sclerectinia atau lebih dikenal sebagai karang keras yang meliputi jenis-jenis karang pembentuk terumbu karang utama.
Menurut Veron (2000), karang diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Sclerectinia (Madreporaria)
Famili : 1) Astrocoeniidae, 2) Pocilloporidae, 3) Acroporidae, 4) Poritidae,5) Siderastreidae,6) Agaricidae, 7) Fungiidae, 8) Oculinidae, 9) Pectinidae, 10) Mussidae, 11) Merulinidae, 12) Faviidae, 13) Dendrophyllidae, 14) Caryophyllidae, 15) Trachyphyllidae.

1. FAMILI : ACROPORIDAE
Genus : Acropora, Anacropora, Astreopora, Montipora.
2. FAMILI : AGARICIIDAE
Genus : Coeloseris, Gardineroseris, Leptoseris, Pachyseris, Pavona.
3. FAMILI : ASTROCOENIIDAE
Genus : Stylocoeniella
4. FAMILI : CARYOPHYLLIDAE
Genus : Catalaphyllia, Euphyllia, Heterocyanthus, Heterosammia,
Nomenzophyllia, Physogyra, Plerogyra.
5. FAMILI : DENDROPHYLLIDAE
Genus : Dendrophyllia, Tubastrea, Turbinaria
6. FAMILI : FAVIIDAE
Genus : Australogyra, Barabattoia, Caulastrea, Cyphastrea, Diploastrea,
Echinophora, Favia, Favites, Goniastrea, Leptastrea, Leptoria,
Montastrea, Moseleya, Oulastrea, Oulophyllia, Platygyra,
Plesiastrea.
7. FAMILI : FUNGIIDAE
Genus : Ctenactis, Cycloseris, Diaseris, Fungia, Halomitra, Heliofungia,
Herpolitha, Lithophyllon, Podabacea, Polyphyllia, Sandalolitha,
Zoopilus.
8. FAMILI : MERULINIDAE
Genus : Boninastrea, Clavarina, Hydnophora, Merulina, Paraclavarina,
Scapophyllia.
9. FAMILI : MUSSIDAE
Genus : Acanthastrea, Australomussa, Blastomussa, Cynarina,
Lobophyllia, Scolymia, Symphyllia.
10. FAMILI : OCULINIDAE
Genus : Archelia, Galaxea.
11. FAMILI : PECTINIIDAE
Genus : Echinophyllia, Mycedium, Oxypora, Pectinia.
12. FAMILI : POCILLOPORIDAE
Genus : Madracis, Palauastrea, Pocillopora, Seriatopora, Stylophora.
13. FAMILI : PORITIDAE
Genus : Alveopora, Goniopora, Porites, Stylaraea.
14. FAMILI : SIDERASTREIDAE
Genus : Coscinaraea, Psammocora, Pseudosiderastrea, Siderastrea.
15. FAMILI : TRACHYPHYLLIDAE
Genus : Trachyphyllia, Welsophyllia.
2.4. Pertumbuhan
Karang mempunyai variasi bentuk pertumbuhan karang (life form) yang dibedakan menjadi :
1. Bentuk bercabang (branching). Karang seperti ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.
2. Bentuk padat (massive). Karang ini memiliki koloni yang keras dan umumnya berbentuk membulat, permukaannya halus dan padat. Ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah.
3. Bentuk kerak (encrasting). Karang ini tumbuh merambat dan menutupi permukaan dasar terumbu, memiliki permukaan kasar dan keras serta lubang-Iubang kecil.
4. Bentuk meja (tabulate). Karang ini tumbuh membentuk menyerupai meja dengan permukaan lebar dan datar serta ditopang oleh semacam tiang penyangga yang merupakan bagian dari koloninya.
5. Bentuk daun (foliose). Karang ini tumbuh membentuk lembaran-Iembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan-lipatan melingkar .
6. Bentuk jamur (mushroom). Karang ini terdiri dari satu buah polip yang berbentuk oval dan tampak seperfi jamur, memiliki banyak tonjolan seperfi punggung bukit yang beralur dari tepi ke pusat

Pertumbuhan karang di suatu perairan serta asosiasinya dengan biota lainnya membentuk suatu ekosistem karang yang disebut terumbu karang.
Berdasarkan struktur geomorfologi dan proses pembentukannya, terumbu karang di Indonesia dapat dibedakan menjadi 4 tipe terumbu, yaitu : terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), terumbu karang cicin (atoll), dan terumbu karang takat (patch reef/platform reef).
Terumbu karang tepi merupakan terumbu karang yang paling umum dijumpai di Indonesia, kemudian diikuti terumbu karang penghalang, terumbu karang atoll dan terumbu karang takat.
2.5. Ekologi Karang
Parameter ekologi yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Suhu
Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi dan perombakan bentuk luar dari karang. Suhu paling optimal bagi pertumbuhan karang berkisar antara 23¬°C – 30°C. Pada suhu dibawah 18°C, dapat menghambat pertumbuhan karang bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pada suhu di atas 33°C dapat menyebabkan gejala pemutihan (bleaching), yaitu keluarnya Zooxanthella dari polip karang dan akibat selanjutnya dapat mematikan karang tersebut.
2. Cahaya
Intensitas cahaya sangat mempengaruhi kehidupan karang yaitu pada proses fotosintesa Zooxanthella yang produknya kemudian disumbangkan ke polip karang. Intensitas cahaya berhubungan erat dengan kedalaman. Di tempat dalam dengan intensitas cahaya rendah tidak ditemukan terumbu karang. Kedalaman yang dalam berarti berkurangnya cahaya, sehingga menyebabkan laju fotosintesis akan berkurang dan pada akhirnya kemampuan karang untuk membentuk kerangka juga akan berkurang.
3. Kekeruhan air
Kekeruhan yang tinggi menyebabkan terhambatnya intensitas cahaya masuk ke dalam air, selain mengganggu proses fotosintesis Zooxanthellae. Sedimentasi yang tinggi dapat menutupi dan akhirnya akan mematikan polip karang.
4. Pergerakan massa air
Arus dan atau gelombang penting untuk transportasi zat hara, larva, bahan sedimen dan oksigen. Selain itu arus dan atau gelombang dapat membersihkan polip karang dari kotoran yang menempel. Itulah sebabnya karang yang hidup di daerah berombak dan atau berarus kuat lebih berkembang di banding daerah yang tenang dan terlindung.
5. Salinitas
Salinitas mempengaruhi kehidupan hewan karang karena adanya tekanan osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar antara 30-35‰, oleh karena itu karang jarang ditemukan hidup pada muara-muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan kadar garam yang tinggi.
6. Substrat
Substrat ini berperan sebagai tempat melekatnya planula karang yang kemudian tumbuh menjadi hewan karang dan membentuk komunitas yang kokoh, planula karang membutuhkan substrat yang keras dan bersih dari lumpur. Dasar perairan yang berupa batuan atau cangkang kerang dapat dipakai sebagai substrat awal seperti yang terjadi pada proses pembentukan pulau karang.

III. MANFAAT DAN NILAI TERUMBU KARANG

Terumbu karang memiliki peranan yang sangat penting dalam lingkungan kawasan pesisir dan lautan, baik ditinjau dari segi biologi, ekologi maupun sosio-ekonomi maupun budaya.
3.1. Manfaat Bio-Ekologi
Sebagai ekosistem penting di pesisir, terumbu karang mempunyai manfaat secara bio – ekologi sebagai berikut :
• Penyedia pangan (perikanan perairan karang);
• Pelindung pantai sebagai pemecah ombak, dan badai;
• Tempat hidup, berpijah, bertelur, mencari makan dari berbagai biota laut yang bernilai ekonomis tinggi;
• Sebagai pencatat iklim atau gejala masa lalu
• Penghasil berbagai macam bahan baku obat-obatan.
Dengan demikian terumbu karang merupakan system bio¬ekologi esensial dan system penyangga kehidupan yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan.
3.2. Nilai Sosio-Ekonomi
Komunitas karang saling berinteraksi antara komponen biotik dan abiotik yang sangat dibutuhkan untuk mendukung perekonomian masyarakat, antara lain berupa :
a. Perikanan terumbu karang, baik tradisional maupun komersial memberikan sumbangan yang besar untuk meningkatkan kehidupan masyarakat setempat dan perekonomian nasional.
b. Kegiatan wisata bahari yang bertumpu pada terumbu karang yang memiliki nilai estetika tinggi meningkatkan pendapatan daerah dan nasional.
c. Keanekaragaman karang dan ikan hias merupakan potensi perdagangan yang cukup besar, terutama untuk memenuhi kebutuhan aquarium laut dalam dan luar negeri.
IV. KERUSAKAN TERUMBU KARANG

Kerusakan ekosistem terumbu karang dapat digolongkan menjadi 4 faktor berdasarkan penyebab kerusakannya, antara lain akibat faktor biologis; akibat faktor fisik; akibat aktifitas manusia secara langsung; dan akibat aktifitas manusia secara tidak langsung.
4.1. Akibat faktor biologis
a. Predasi
Yang dimaksud dengan predasi tersebut yaitu adanya jenis-jenis karang/biota karang lain tertentu yang bersifat aktif dan agresif untuk mendapatkan makanan, sehingga dapat menghambat/mematikan pertumbuhan karang yang lainnya.
Beberapa contoh kasus predasi ini antara lain:
Beberapa jenis karang Famili Musidae, Meandrinidae dan Faviidae mempunyai pertumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan jenis karang lain, khususnya dari suku Acroporidae.
Beberapa jenis karang menghasilkan zat antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan organisme lain disekitarnya (misalnya jenis Montipora sp.).
• Beberapa hewan pemakan polip karang, seperti copepoda, barnacle, kepiting, beberapa gastropod, asteroid, ikan Chaetodon trifasciatus, C. trifasialis,Acanthaster plancii, dll.
Beberapa hewan seperti Polychaeta dan Moluska merusak karang dengan cara membuat rumah pada koloni karang.
b. Penyakit
Karang secara alami mempunyai penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Serangan penyakit ini biasanya dipicu oleh adanya kondisi perairan yang tidak normal, misalnya adanya pencemaran dan kenaikan suhu.
Penyakit yang biasa menyerang karang antara lain:
"White Band Disease" atau disebut dengan penyakit gelang putih yang ditandai dengan adanya warna putih pada sebagian koloni karang, sedang sebagian lainnya berwarna normal.
"Black Band Disease", penyakit ini hampir sama dengan "White Band Disease" namun hasil akhirnya berbeda oleh karena karang yang diserang ada yang menjadi hitam atau dapat pula mengalami bleaching (memutih). Warna putih menunjukkan bahwa jaringan karang telah mati, sedang warna hitam menunjukkan jaringan yang sedang mengalami serangan penyakit
Vibrio AK-1, bakteri ini menyerang pada kondisi dimana suhu lingkungan naik di atas normal. Kerusakan akibat bakteri ini ditandai dengan memutihnya jaringan karang, akan tetapi warna putihnya biasanya berupa bercak-bercak yang tidak merata.
c. Bioerosi
Yang dimaksud dengan bioerosi yaitu kerusakan karang baik secara kimiawi maupun mekanis karena terdegradasinya kapur kerangka tubuh karang (CaCO3) yang disebabkan aktivitas organisme lain.
Beberapa contoh bio erosi antara lain:
a. Ikan Kakatua dan ikan Buntel mengerat atau mengkais-kais karang massive untuk menajamkan giginya.
b. Polychaeta, moluska, krustacea membuat lubang untuk rumahnya dengan cara mengebor kerangka karang.
c. Ekhinodermata menggerogoti karang untuk memperoleh makanan yang berupo detritus atau algae yang melekat di kerangka kapur.
d. Sponge, algae, cyanobacteria melekat di cangkang karang dan mengeluarkan zat kimia tertentu yang dapat menurunkan keasaman disekitarnya, sehingga dapat melarutkan kapur kerangka tubuh karang.
e. Respirasi dari turf algae pada malam hari menghasilkan asam organik yang dapat menurunkan keasaman disekitarnya.
4.2. Akibat Faktor Fisik
a. Kenaikan Suhu Air laut
Kenaikan suhu air laut sekitar 3-4 °C dari suhu normal akibat peristiwa EI Nino dapat menyebabkan karang "Bleaching" yang kadang-kadang diikuti dengan kematian karang. Karang di daerah tropis lebih sensitive terhadap perubahan suhu air laut dibandingkan dengan di daerah sub tropis.
b. Pasang Surut
Kematian karang akibat pasang surut dapat terjadi apabila terjadi pasang surut yang sangat rendah sehingga terumbu karang muncul di atas permukaan air dan terjadinya pada siang hari (matahari terik), atau pada saat hujan, sehingga air hujan langsung mengenai terumbu karang. Kematian karang akibat pasang surut biasanya terjadi satu atau dua kali dalam setahun, dan meliputi area yang cukup luas.
c. Radiasi Sinar Ultra Violet
Sinar matahari yang memancar setiap hari mengandung sinar ultra violet A,B,C yang mempunyai panjang gelombang berbeda-beda. Sinar UV A dan B merupakan sinar yang mempunyai daya rusak terhadap sel-sel hidup. Sinar UV akan mempunyai dampak buruk terhadap karang jika karang terkena radiasi sinar UV di atas normal (atau di atas kemampuan karang beradaptasi), biasanya terjadi pada saat cuaca sangat cerah, laut tenang dan jernih serta terjadi pada waktu yang cukup lama. Ciri-ciri kematian karang akibat sinar UV yaitu terjadi Bleaching meliputi daerah yang cukup luas, umumnya seragam dan mencapai tempat yang cukup dalam.
d. Penurunan Salinitas
Secara fisik kematian karang karena penurunan salinitas dimulai dengan kontraksi dari polip karang untuk lebih mempersempit kontak dengan air laut bersalinitas rendah. Kontraksi polip akan mengurangi kecepatan fotosintesa sehingga akan mengurangi kecepatan respirasi. Karena karang tidak mempunyai mekanisme untuk mengatur tekanan osmose di dalam tubuhnya maka sel-sel akan pecah dan zooxanthellae keluar dari jaringan karang, akibatnya karang memutih. Jika penurunan ini berlangsung cukup lama akhirnya semua jaringan karang akan lysis dan mati.

e. Gunung berapi, gempa bumi dan tsunami,
Aktivitas gunung berapi, gempa bumi dan tsunami mempunyai potensi untuk merusak terumbu karang yang akibatnya sangat berat. Gunung berapi di Indonesia yang berpotensi menyebabkan kerusakan terumbu karang antara lain Gunung Krakatau di Selat Sunda, Gunung Api Banda di Banda, Gunung Siau di Pulau Sangihe, Gunung lewotolo di Pulau lembata dan Gunung Pinang di Sulawesi.
f. Taifun atau Badai,
Kerusakan karang yang disebabkan oleh taifun biasanya sangat parah dan pada area yang cukup lues tergantung dari kekuatan taifun tersebut.
4.3. Akibat aktivitas manusia secara langsung
a. Penambangan karang dan pasir laut
Penambangan karang biasanya dilakukan untuk bahan bangunan, pembuatan kapur atau bahan kerajinan. Karang yang diambil dapat berupa karang hidup atau pecahan karang mati dan berasal dari semua jenis karang batu. Akibat adanya penambangan karang itu selain menyebabkan kerusakan karang secara langsung juga dapat menyebabkan erosi pantai, karena karang sebagai penahan ombak telah rusak sehingga menyebabkan gelombang langsung menggerus pantai sedangkan pasir laut yang ditambang akan mencemari wilayah terumbu karang sekitarnya.
b. Pengeboman Karang,
Kerusakan karang akibat bom sangat luas. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan bom seberat 0,5 kg yang diledakkan di dasar terumbu dapat menghancurkan terumbu karang dengan radius 3-5 m dari pusat ledakan.
c. Penggunaan Sianida,
Dampak penggunaan potas terhadap terumbu karang dapat menyebabkan kematian karang apabila digunakan dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan berulang kali.
d. Penangkapan ikan dengan bubu,
Penggunaan bubu untuk menangkap ikan di daerah terumbu karang dapat menyebabkan kerusakan karang karena cara peletakan bubu tersebut di karang dengan cara membongkar karang hidup untuk menindih bubu sehingga tampak seperti rongga di bawah terumbu (kamuflase).
e. Penangkapan ikan dengan muro ami,
Seperti halnya dengan penggunaan bubu, muro ami dapat menyebabkan kerusakan karang karena penggunaan bambu, pemberat yang dipukul-pukulkan ke karang untuk menimbulkan bunyi berisik, sehingga ikan-ikan keluar dari persembunyiannya kemudian digiring ke arah jaring yang telah dibentangkan.
f. Jangkar perahu.
Aktivitas lempar jangkar di daerah terumbu juga memberikan kontribusi cukup besar dalam kerusakan karang.
g. Kegiatan pariwisata,
Pengelolaan wisata bahari yang tidak memperhatikan lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, snorkling/diving dengan menginjak karang, koleksi biota laut.









Gambar 2 .
Penambangan karang untuk keperluan konstruksi bangunan merupakan salah satu penyebab kerusakan terumbu karang
4.4. Akibat aktivitas manusia secara tidak langsung.
1. Sedimentasi,
Sumber utama sedimentasi adalah dari kegiatan penambangan di laut dan sedimen yang berasal dari daratan yang di bawa oleh air sungai ke laut. Sedimentasi tersebut akan menyebabkan kekeruhan sehingga menghambat penetrasi sinar matahari dalam air yang sangat dibutuhkan oleh karang untuk proses biologisnya.
2. Pencemaran,
Pencemaran laut yang disebabkan oleh limbah dari kota seperti limbah industri, limbah rumah tangga, limbah hotel dan perkantoran, bengkel serta rumah sakit. Beberapa limbah buangan yang dapat mematikan karang antara lain deterjen, senyawa chlorine dari pestisida (DOT, Eldrin, Endrin), senyawa polychlorinited biphenyl yang berasal dari pabrik cat, plastik dll; zat organik berupa nitrat dan fosfat dapat menyebabkan utropikasi (blooming algae tertentu).
3. Tumpahan minyak bumi,
Tumpahan minyak bumi ke laut dalam jumlah cukup besar dapat menghambat reproduksi dan perkembangan larva karang, menghambat pertumbuhan karang, bleaching sampai menyebabkan kematian.


V. PEMULIHAN TERUMBU KARANG

Begitu pentingnya ekosistem terumbu karang bagi kehidupan manusia maka beberapa upaya pemulihan ttelah dilakukan, yang diantaranya melalui: (1) Penjagaan dan pengawasan terhadap ekosisten terumbu karang; (2) Penyadaran kepada masyarakat agar tidak merusak terumbu karang dan (3) Transplantasi karang. Kegiatan ini dilakukan dengan cara pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, Tujuan dari transplantasi karang adalah untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada.
Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah - daerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dimasa mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain; untuk menambah populasi spesies karang yang jarang atau terancam punah, dan untuk kebutuhan pengambilan karang hidup bagi hiasan akuarium. Secara sederhana Alur Transplantasi Karang dapat digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.

2 komentar:

  1. ada ngga yang punya materi tentang distribusi terumbu karang di daerah lintang tinggi

    BalasHapus